DZIKIR
SETAN
(sudah dimuat di al-amiripost)
Aku masih menari,
mendengar suaramu memanggil-manggil namaku. Api di perapian tak kurasakan lagi.
Begitu juga lagu pengiring rindu. Kurasakan perlahan hadirmu dalam nadiku.
Dalam sum-sumku. Dalam nafasku.bresss… mendadak semua senyap. “Ada apa
ini?.“
Semua
hilang, hanya dia, hanya engkau, hanya kita, hanya aku. Aku. Aku. “hanya aku!”.
Tak mungkin kulukiskan lagi, hanya ini kemampuan lidah dan jari. Hanya aku.
###
Mawar,
wanita itu begitu indah. Wanita tinggi, imut dan kuning langsat bagai sepuhan
emas murni yang benar-benar hidup ini yang kumaksud. Dan satu lagi, senyumnya
itu loo, bisa menghentkan gelombang tsunami, apalagi Cuma lelaki, pasti
keok. Wanita inilah mantan pacarku. bermesraan adalah satu kenangan manis,
karena tanpa sebab yang pasti-atau aku yang tak tahu-dia berikan kertas
bertuliskan ”kita putus” sore itu, usai permainan basket klub kami, dan
keesokan harinya dia sudah menggandeng salah satu pemain basket itu.
Kutumpahkan
semua dalam tangisku. Entah berapa lama, sampai aku hilang. Minggat dari
rumah.
###
Setelah itu aku
terkatung-katung tanpa tujuan. Tak mengerti apa yang harus aku lakukan. Aku
berjalan kemanapun kaki ini membawaku melangkah, mencari sisa selera hidupku
yang nyaris lebih tipis dari kulit bawang.
Setiap ada masjid yang
terbuka aku singgahi, entah itu waktu sholat atau pun tengah malam, bahkan tak
jarang aku menginap di masjid. Yah, tak jarang aku pun kecewa, masjid yang
dulunya dibangun dari minta-mita di jalan, eh, setelah jadi kog ditutup dan
hanya dibuka kalau adzan, itupun yang berjamaah berkala; kala rajin rame, kala
malas ya kosong.
Sampai suatu malam aku
bertemu dengan seorang lelaki tinggi besar, berjubah putih, berjanggut tebal
dan panjang. Kulihat ia sholat tak henti-henti di masjid pertengahan malam. Aku
mendekat kearahnya dan berlindung dibalik tiang besar di masjid tua yang gelap
itu. Suaranya terdengar sayup-sayup indah merobek sunyi mencekam, sementara suara
gesekan baju atau lututnya yang mengetuk lantai seperti drum yang justru
memperindah khusu’ kholwat-nya. Lalu pada garis ujung music wusul tuhannya, ia
baca salam pada kanan dan kiri, seakan ingin mengabarkan bahagia pertemuan dua
kekasih yang lama tak jumpa. Ia tengok ke kanan lalu ke kiri dan menyampaikan
dengan senyum puas ”assalamu ‘alaikum warohmatullah. Allah menitip salam
dan rahmatnya untukmu.”
Usai sholat lelaki itu
bersila dan mengulang-ulang kata dari bahasa yang tidak sama sekali kumengerti.
Tapi gerak kepala dan tubuhnya yang ke kanan dan ke kiri seolah ingin memberitahuku,
ia sedang menari dan memuji sesuatu yang memang selayaknya untuk dipuji.
Tak terasa aku
terhanyut dan ikut mengiringi dzikirnya dengan dzikirku yang sudah kuhafal
sejak madrasah dulu “subhanallah, al-hamdulillah, laa ilaha illallah…”
kami berdzikir, sampai ia menyadari ia tidak sendiri di masjid itu.
###
Awalnya kami berdzikir
bersama, lalu suaranya melemah hingga akhirnya hilang
“assalamu alaikum,
nanda siapa?” katanya tanpa membalikan badan. Spontan aku terkejut mendengarnya
“wa…wa’alaikum
sss..alam…” jawabku tergagap sambil berjalan ngesot kebelakangnya
“maaf mengganggu dzikir
saudara, saya tidak bermaksud, saya Cuma mau numpang istirahat di sini”, ujarku
yang sudah mulai bisa mengontrol diri. Ia menghembuskan nafas lalu membalikkan
badan menghadapku. Subhanallah, di wajahnya seolah ada sinar yang
memancarkan keteduhan.
“sepertinya nanda
tertarik untuk berdzikir?”
“em… sebetulnya, ia.
Saya heran kenapa saudara bisa begitu khusu’?” Tanyaku terus terang
“oh, itu. Itu karena
saya telah mencintai tuhan dan menyatu dengannya”
“menyatu dengan tuhan?”
tanyaku heran. Tapi ia hanya mengangguk.
“bagaimana caranya?”
“nanda pernah jatuh
cinta?” selidiknya
“ya” jawabku. Ia
tersenyum.
“setiap kau berdzikir,
bayangkan saja gadismu itu. Bayangkan kau dan dia saling mencintai dan menyatu.
Lalu bayangkan tuhanmu telah menyatu denganmu. Maka halal apa yang haram, karna
kau; tuhan telah menyatu. Dalam cinta.”
“ah, mana mungkin tuhan
menghalalkan yang haram? Mustahil!”
“ya ya”. Katanya sambil
manggut-manggut.
“jika kau melarang orang
lain memakai bantal kesayanganmu, apakah itu juga berlaku pada orang yang kau
cintai?”
“emmm… mungkin tidak…”
jawabku hati-hati
“begitu pula antara
tuhan dan kekasihnya”
###
Sejak saat itu, aku tak
perlu lagi sembahyang, buat apalagi berzakat apalagi puasa. Bagaimana mungkin
aku beribadah pada tuhan sementara tuhan menyatu denganku? Telah tuhan halalkan
apa yang sebelumnya ia halalkan, sebuah wujud cinta yang tak pernah ada
bandingnya. Cinta tuhan pada makhluknya. Cinta makhluk pada tuhannya.
Awalnya memang sangat
berat. Menjaga diri dari hal-hal yang dapat melupakan “kekasihku” ini, meskipun
itu sebuah ibadah yang secara kasat mata bernilai ibadah. Sholat misalkan tapi
tidak ingat tuhan, atau berzakat pun bersedekah hanya karena ingin dipilih di
waktu pemilu mendatang. Tentu lebih baik tidak sholat tapi ingat tuhan,
setidaknya kau tak akan ber-ma’siat saat mengingat tuhan.
Sampai datang berita
kematian mawar padaku. Jelas saja aku tak percaya, dan buru-buru mendatanginya.
Sama sekali tidak masuk akal orang yang dulunya kuanggap kekasih pengganti
tuhan bisa mati. Mustahil. Tapi mayatnya di rumah sakit yang menjelaskan itu
semua.
Sekarang aku mengerti;
ternyata benar kata neitce; tuhan telah mati!
Tanpa kusadari, lelaki
berjubah itu terbahak-bahak melihatku.